Golput Haram ???


Menjadi seorang golput (golongan putih, alias tidak memilih siapa pun padahal memiliki hak pilih) dalam perhelatan Pemilu di Indonesia adalah HARAM. Itulah hukum yang dijatuhkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), melalui Sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI pada akhir bulan Desember 2008 lalu. Dengan dikeluarkannya Fatwa MUI ini, muncul banyak statement berbagai pihak, baik yang mendukung maupun menolak.

Beberapa pihak yang mendukung di antaranya adalah Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Saefuddin. “PPP mendukung penuh fatwa MUI yang menyatakan bahwa umat Islam wajib menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Bagi PPP, adanya pemimpin itu wajib hukumnya. Sebab bila tidak ada pemimpin akan timbul anarki,” ujar Lukman. Pemilu, ungkapnya, satu-satunya sarana yang disepakati bersama dan menjadi prasyarat untuk mendapatkan pemimpin. Tidak memilih pemimpin dengan sengaja, menurutnya, wajar jika diharamkan. “Tidak memilih dengan sengaja menjadi haram karena dapat menimbulkan anarki akibat tidak adanya pemimpin. Di sinilah konteks pemaknaan wajib dan haram dalam perkara memilih di pemilu,” ujar Lukman. (http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/27/1422006/ppp.dukung.fatwa.golput.haram).

Selain Lukman, pihak yang mendukung fatwa tersebut adalah KPU Padangpanjang. Ketua KPU Padangpanjang, Sudirman, mengatakan dukungannya terhadap fatwa ini karena bisa menjadi “senjata” bagi KPU dalam Sosialisasi Pemilu untuk menekan angka Golput di wilayah tersebut. (http://www.antara-sumbar.com/id/?mod=berita&d=5&id=13827)

Berbeda dengan pihak yang mendukung, pihak yang menolak fatwa tersebut pun memiliki argumen yang tidak kalah logisnya. Pihak yang menolak mengatakan bahwa fatwa tersebut secara terang-terangan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), sampai Komnas HAM meminta Presiden SBY untuk mengatakan kepada masyarakat bahwa tidak memilih itu adalah hak. “Presiden selain mengajak masyarakat untuk memilih, dia juga harus memberitahu tidak memilih juga hak seseorang,” kata Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim di Komnas HAM, Jl Latuharhari, Jakarta, Senin (2/2/2009). (http://pemilu.detiknews.com/read/2009/02/02/125900/1078054/700/komnas-ham-minta-sby-jelaskan-golput-itu-hak). Bahkan ada yang mengatakan bahwa fatwa MUI tersebut tidak relevan. Sampai-sampai ada beberapa unjuk rasa yang muncul untuk menolak fatwa MUI tersebut.

Hmm… Rasanya tidak perlu ada perdebatan seperti itu jika kita pahami diktum atau kutipan dari Keputusan Fatwa MUI tersebut. Berikut ini adalah kutipan dari Keputusan Fatwa MUI tentang Golput tersebut (http://www.mui.or.id/konten/berita/diktum-keputusan-ijtima-ulama-komisi-fatwa-tentang-pemilu)

Rapat Komisi Masail Asasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan), kemudian dikerucutkan dalam Tim Perumus dan diajukan ke sidang pleno Ijtima Ulama, disepakati dan diktum keputusannya sebagai berikut

  1. Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
  2. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.
  3. Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.
  4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib.
  5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 1 (satu) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.

Jika kita perhatikan diktum tersebut, bagi saya tidak ada alasan untuk menolak fatwa tersebut. Karena tetap terdapat hak bagi kita (pemilih) untuk menentukan memilih atau tidak. Apalagi kriteria pemimpin yang layak dipilih itu tidak juga ikut ditetapkan oleh MUI. Sehingga – sekali lagi – kita masih punya hak untuk memilih atau tidak memlih. Seorang kawan saya dalam Pemilu Presiden 2004 kemarin menyatakan “saya di Pemilu 2004 mendefinisikan SBY sebagai pemimpin yang tidak layak, maka saya golput di Pemilihan Presiden Putaran Kedua, tapi teman-teman PKS mendefinisikan SBY sebagai pemimpin yang layak, maka mereka memilih SBY sebagai Presiden di Pemilihan Presiden Putaran Kedua, saya kira sah-sah saja, dan memang ini berada dalam zona “khilafiyah” (perbedaan pendapat diperbolehkan).”

Jadi, menurut saya tidak perlulah kita berdebat tentang pro-kontra terhadap Fatwa MUI tersebut. Toh semua kondisi sudah terwakili. Itulah tanda bahwa Islam adalah Rahmatan lil’alamin. Jika memang kita menganggap tidak ada yang layak untuk dipilih dan kita tidak menggunakan hak pilih kita karena itu, maka hukumnya tidak haram. So… mumpung masih ada waktu, cari informasi sebanyak-banyaknya tentang para calon pemimpin kita. Adakah calon yang memenuhi diktum no.4 Fatwa MUI tersebut sehingga kita memiliki landasan untuk golput atau tidak.. [PHM]

Pos ini dipublikasikan di Politik dan tag , , , , . Tandai permalink.

Satu Balasan ke Golput Haram ???

  1. dir88gun berkata:

    assalamu alaikum wr. wb.

    Permisi, saya mau numpang posting (^_^)

    Menggugat Demokrasi – Daftar Isi


    http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/24/hukum-pemilu-legislatif-dan-presiden/

    sudah saatnya kita ganti sistem, semoga link di atas bisa menjadi salah satu rujukan…

    Terima kasih atas perhatian dan kerja samanya.
    Mohon maaf kalau ada perkataan yang kurang berkenan. (-_-)

    wassalamu alaikum wr. wb.

Tinggalkan komentar